Kejagung Usut Dugaan Korupsi Pengadaan Laptop Chromebook Kemendikbudristek Rp9,3 Triliun

Kapuspenkum
pengadaan laptop Chromebook, Kemendikbudristek, Kejagung, korupsi proyek pendidikan, digitalisasi pendidikan

Faktamedan.id, NASIONAL–Proyek digitalisasi pendidikan yang dijalankan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2019–2022 kini menjadi sorotan publik. Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut dugaan korupsi dalam pengadaan 1,2 juta unit laptop Chromebook yang diduga tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, mengungkap bahwa proyek ini terkait kerja sama co-investment sebesar 30 persen dari Google.

“Pada bulan Februari dan April 2020, NAM bertemu dengan pihak Google yaitu WKM dan PRA membicarakan pengadaan TIK di Kemendikbudristek,” ungkap Abdul Qohar dalam konferensi pers, Selasa (15/7).

Pertemuan tersebut ditindaklanjuti oleh Staf Khusus Mendikbudristek, Jurist Tan, yang membahas aspek teknis Chromebook, sistem operasi Chrome OS, serta skema co-investment yang ditawarkan Google.

“Tersangka JT menyampaikan co-investment 30 persen dari Google untuk Kemendikbudristek apabila pengadaan TIK tahun 2020 sampai 2022 menggunakan Chrome OS,” jelas Qohar.

Namun pelaksanaan proyek pengadaan laptop Chromebook ini menuai kritik karena dianggap dipaksakan, terutama untuk sekolah di daerah 3T yang minim infrastruktur internet. Padahal, Chromebook mengandalkan koneksi internet agar bisa berfungsi maksimal.

“Pengadaan laptop ini dipaksakan meskipun tidak sesuai kebutuhan dan situasi di daerah 3T,” ungkap sumber dari Kejagung.

Kejagung telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, yaitu:

  • Mulyatsyah (Direktur SMP 2020–2021)
  • Sri Wahyuningsih (Direktur SD 2020–2021)
  • Jurist Tan (mantan staf khusus Mendikbudristek)
  • Ibrahim Arief (mantan konsultan teknologi Kemendikbudristek)

Mereka diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp1,98 triliun, terdiri dari Rp480 miliar atas software CDM yang tidak terpakai dan Rp1,5 triliun akibat mark up harga laptop.

Total anggaran untuk proyek pengadaan laptop pendidikan ini mencapai Rp9,3 triliun. Program ini seharusnya mendukung pembelajaran digital di berbagai wilayah Indonesia, termasuk pelosok. Namun kenyataannya, banyak perangkat yang tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal di sekolah 3T karena keterbatasan infrastruktur.

Proyek ini juga dikritik karena dinilai minim analisis kebutuhan di lapangan dan adanya dugaan dorongan dari pihak luar, seperti perusahaan teknologi global, yang menawarkan co-investment demi meloloskan proyek besar tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *