Faktamedan.id, NASIONAL – Google akhirnya memberikan tanggapan terkait dugaan kasus korupsi Chromebook dalam Program Digitalisasi Pendidikan 2019-2022 yang sedang diusut Kejaksaan Agung (Kejagung). Proyek di era Menteri Nadiem Makarim ini diduga merugikan negara hingga Rp1,98 triliun.
Pihak Google menyatakan tidak dapat memberikan komentar rinci karena proses hukum masih berlangsung.
“Mohon maaf, kami belum bisa memberikan komentar perihal investigasi yang tengah berjalan,” ujar perwakilan Google, Selasa (12/8/2025).
Klarifikasi Posisi Google
Meski enggan mengomentari jalannya penyelidikan, Google memberikan penjelasan terkait mekanisme pengadaan Chromebook. Mereka menegaskan bahwa pengadaan oleh instansi pemerintah tidak dilakukan langsung dengan Google, melainkan melalui jaringan mitra dan reseller resmi di Indonesia.
“Google bangga atas komitmen jangka panjangnya dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Kami bekerja sama dengan jaringan reseller dan mitra untuk menghadirkan solusi kepada pendidik dan siswa,” jelas perwakilan tersebut.
Google juga menambahkan, pengadaan yang dilakukan instansi pemerintah berlangsung melalui organisasi mitra, bukan secara langsung dengan perusahaan.
Detail Kasus Korupsi Chromebook
Kejagung saat ini mendalami dugaan korupsi pada Program Digitalisasi Pendidikan Kemendikbudristek. Pada periode 2019-2022, pemerintah menganggarkan Rp9,3 triliun untuk 1,2 juta unit laptop Chromebook bagi sekolah, khususnya di daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T).
Pemilihan Chromebook menuai kritik karena dinilai tidak efektif untuk wilayah dengan koneksi internet terbatas, sementara sistem operasi Chrome OS bergantung pada jaringan daring.
Hingga kini, empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka:
- Mulyatsyah, Direktur SMP Kemendikbudristek 2020-2021
- Sri Wahyuningsih, Direktur SD Kemendikbudristek 2020-2021
- Jurist Tan, mantan staf khusus Mendikbud Nadiem Makarim
- Ibrahim Arief, mantan Konsultan Teknologi Kemendikbud
Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp1,98 triliun, terdiri dari Rp480 miliar pada perangkat lunak (CDM) dan Rp1,5 triliun akibat mark up harga laptop.
















