Faktamedan.id, NASIONAL – Nilai tukar rupiah menguat signifikan pada penutupan perdagangan Senin (1/9/2025). Rupiah ditutup di level Rp16.419 per dolar AS, menguat 81 poin atau 0,49 persen dibandingkan posisi sebelumnya Rp16.500 per dolar AS.
Penguatan rupiah ini dipicu sentimen global, khususnya dari Amerika Serikat. Analis mata uang sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuabi, menyebutkan peluang penurunan suku bunga acuan The Fed menjadi faktor dominan.
“Investor meningkatkan taruhan mereka pada penurunan suku bunga pada bulan September setelah indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi AS terbaru sebagian besar sesuai dengan perkiraan,” kata Ibrahim dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.
Menurut data CME FedWatch Tool, probabilitas pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 25 basis points (bps) pada pertemuan bulan ini mendekati 90 persen.
Data inflasi inti AS, yang diukur melalui indeks Personal Consumption Expenditure (PCE), tercatat naik 2,9 persen secara tahunan pada Juli, level tertinggi sejak Februari 2025. Secara bulanan, inflasi inti naik 0,3 persen. Karena kenaikan ini sesuai ekspektasi, keyakinan pasar bahwa The Fed akan melonggarkan kebijakan moneter semakin menguat.
Fokus investor kini tertuju pada data penggajian non-pertanian (nonfarm payrolls/NFP) yang akan dirilis pekan ini. Jika data melemah, hal tersebut menjadi argumen tambahan bagi The Fed untuk menurunkan suku bunganya.
Ibrahim juga menyoroti ketegangan politik di AS. Presiden Donald Trump ingin memberhentikan Anggota Dewan Gubernur Federal Reserve, Lisa Cook, terkait dugaan penipuan hipotek 2021. “Cook telah menolak wewenang Trump untuk memberhentikannya dan telah mengajukan gugatan hukum,” jelasnya.
Selain faktor eksternal, fundamental domestik juga mendukung nilai tukar rupiah menguat signifikan. PMI Manufaktur Indonesia versi S&P Global pada Agustus 2025 naik ke 51,5 dari 49,2 bulan sebelumnya.
“Angka ini menandai ekspansi pertama dalam lima bulan terakhir, didorong rebound output dan pesanan baru setelah empat bulan berturut-turut melemah,” ujar Ibrahim.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) mencatat surplus 4,17 miliar dolar AS pada Juli 2025. Catatan ini memperpanjang tren surplus 63 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
“Surplus ini lebih tinggi dibandingkan surplus Juni sebesar 4,11 miliar dolar AS. Penopang surplus pada Juli adalah ekspor CPO dan batu bara,” tambah Ibrahim.
Namun, meskipun rupiah menguat di pasar spot, Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia justru tercatat melemah tipis ke Rp16.463 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.461.(dms)