Wajah Baru Kebijakan Ekonomi: Tantangan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa

Purbaya Jadi Menkeu, Wajah Baru Kebijakan Ekonomi?
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB serta Universitas Paramadina, Prof Didin S. Damanhuri/Dokpri.

Faktamedan.id, JAKARTA – Pergantian Menteri Keuangan dari Sri Mulyani ke Purbaya Yudhi Sadewa menuai beragam reaksi. Terutama, pernyataan awal Purbaya terkait tuntutan 17+8 menuai kritik.

Hal itu dinilai kurang sensitif terhadap aspirasi masyarakat. Ketua Dewan Pakar Asprindo, Prof. Didin S. Damanhuri, menyebut reaksi ini wajar.

“Menurut saya, hal ini wajar karena beliau belum pernah menjadi menteri,” ujarnya.

Posisi menteri bukan hanya jabatan teknokratis. Posisi ini juga sangat politis. Seorang Menteri Keuangan harus bisa meramu profesionalitas.

Dia harus menggabungkan pendekatan akademis dan praktis. Selain itu, diperlukan juga kepekaan terhadap aspirasi rakyat.

Prof. Didin menilai latar belakang Purbaya sebagai insinyur membuat pendekatannya cenderung ekonometris.

Purbaya lebih menitikberatkan pada angka pertumbuhan semata. Hal ini terlihat dari pernyataannya yang menyebut masyarakat tak perlu berdemo jika ekonomi tumbuh 6–7 persen.

“Pernyataan itu menunjukkan ia belum terbiasa dengan kompleksitas perumusan kebijakan,” tambahnya.

Tantangan dan Peluang Kebijakan Ekonomi di Bawah Purbaya

Prof. Didin menekankan bahwa Menteri Keuangan Purbaya harus segera beradaptasi. Peran strategis Menkeu sangat menentukan arah pemerintahan.

Ia harus mampu menghadirkan kebijakan inovatif. Kebijakan itu harus bisa menjawab tantangan nyata.

Mulai dari target pertumbuhan, ketimpangan, rendahnya rasio pajak, hingga tumpukan utang. Dengan latar belakang teknik, Prof. Didin justru melihat peluang.

Lahirnya pendekatan baru yang ia sebut “Habibienomics.” Pendekatan ini adalah kombinasi antara logika ekonomi dan faktor determinan lain.

Misalnya keterbatasan anggaran dan perputaran uang.

Lebih jauh, ia menyoroti gagasan Purbaya. Gagasan itu terkait alokasi anggaran pendidikan.

Anggaran sebesar Rp300 triliun untuk MBG dan dana daerah dialihkan ke Koperasi Desa Merah Putih. Menurut Prof. Didin, ide itu bisa menjadi terobosan.

Namun, ide tersebut harus memiliki timeline yang jelas. Harus ada harmonisasi antara fiskal dan moneter. Ini penting agar agenda Asta Cita bisa berjalan.

“Menkeu harus memastikan program-program ini realistis,” tegasnya.

Berikut adalah beberapa tantangan yang harus diatasi oleh kebijakan ekonomi baru:

  • Menargetkan pertumbuhan ekonomi.
  • Mengatasi ketimpangan sosial.
  • Meningkatkan rasio pajak.
  • Mengelola tumpukan utang.
  • Memastikan program-program baru realistis.

Prof. Didin berharap Purbaya mampu menghadirkan langkah konkret dalam tiga bulan. Misalnya, menegosiasikan pajak digital.

Itu penting untuk meningkatkan rasio pajak. Selain itu, ia juga bisa mengarahkan pinjaman online agar lebih produktif.

“Kita menunggu terobosan positif dari Menkeu baru untuk menutup distrust publik,” pungkasnya.

(*Drw)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *