Faktamedan.id, NASIONAL – Ratusan sopir truk di Kalimantan Barat (Kalbar) berencana menggelar aksi demonstrasi besar-besaran pada Kamis, 16 Oktober 2025. Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap dugaan Ketimpangan Distribusi Solar Subsidi jenis BBM solar di wilayah tersebut. Para sopir juga berencana menghentikan total aktivitas angkutan barang di Kalbar selama aksi berlangsung.
Koordinator aksi, Ali, menyampaikan kepada Fakta Kalbar bahwa massa akan memusatkan aksi di Bundaran Alianyang, Pontianak. Setelah itu, mereka akan melanjutkan konvoi menuju kantor Pertamina Kalimantan Barat di Jalan Sutoyo.
“Kami akan berkumpul di Bundaran Alianyang untuk menagih komitmen Sekretariat Daerah Kalbar yang pernah berjanji menyelesaikan persoalan solar subsidi. Namun hingga kini belum ada perubahan nyata,” kata Ali dikutip dari Faktakalbar.id, Rabu (15/10/2025).
Tuntutan Protes dan Praktik Penyelewengan Solar Subsidi
Menurut Ali, sekitar 500 sopir truk akan terlibat dalam aksi ini, dengan 300 unit kendaraan diturunkan ke lapangan. Dampak dari Demonstrasi Sopir Truk Kalimantan Barat ini adalah mogok total angkutan barang.
“Kami mogok total. Tidak akan menjalankan truk untuk distribusi barang. Kami sudah lelah, suara kami tidak pernah didengar,” ujarnya.
Inti dari tuntutan para sopir adalah dugaan praktik monopoli dan penyimpangan dalam penyaluran solar subsidi. Tudingan utama diarahkan kepada pihak-pihak tertentu, termasuk oknum yang disebut berasal dari Hiswana Migas.
Ali menilai Pertamina Kalbar mengetahui dan membiarkan praktik tersebut terjadi di sejumlah SPBU.
Dugaan Praktik Ilegal:
- Penyaluran ke Pengusaha Ilegal: Banyak SPBU yang menyalurkan solar subsidi ke pengusaha ilegal.
- Pengalihan Langsung: “Bahkan ada solar yang tidak masuk ke SPBU, tetapi langsung dialihkan ke gudang siluman untuk industri tambang dan perkebunan ilegal,” ungkap Ali.
Dampak Ekonomi dan Tuntutan Keadilan Distribusi
Akibat situasi tersebut, para sopir truk di Kalbar kerap kesulitan memperoleh BBM bersubsidi. Mereka mengaku terpaksa membeli solar di atas harga eceran resmi, yakni antara Rp 9.000 hingga Rp 10.000 per liter, agar tetap dapat beroperasi.
Selain mahalnya harga, para sopir juga harus mengantre semalaman di SPBU untuk mendapatkan jatah bahan bakar. Antrean ini memperlambat proses distribusi logistik di sejumlah daerah, seperti Pantura, Sintang, hingga Kapuas Hulu.
Kondisi ini dikhawatirkan akan mengganggu pasokan barang ke Kota Pontianak dan menimbulkan dampak ekonomi lanjutan berupa kenaikan harga barang. Ali menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Kalbar. Ia menegaskan bahwa aksi ini bertujuan agar Ketimpangan Distribusi Solar Subsidi bisa diatasi. Tujuannya adalah agar biaya angkutan bisa turun dan harga barang di pasar kembali stabil.
Para sopir berharap Pertamina dan pemerintah daerah segera menindaklanjuti dugaan penyelewengan distribusi solar subsidi dan memastikan pasokan energi berjalan sesuai peruntukan.
(*Drw)