Faktamedan.id, NASIONAL – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto kembali memberikan peringatan keras kepada seluruh kepala daerah. Peringatan ini terkait Bahaya Penyalahgunaan Pokir DPRD (program pokok pikiran) anggota dewan. Peringatan ini muncul menyusul maraknya kasus korupsi yang berawal dari proyek-proyek aspirasi dewan. Proyek tersebut kerap diselewengkan menjadi ajang “bagi-bagi” anggaran.
Di Kalimantan Barat, praktik serupa terindikasi kuat terjadi. Salah satunya terungkap di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Bidang Sumber Daya Air (SDA). Proyek normalisasi saluran di dinas ini menjadi sasaran empuk modus pokir tersebut.
Peringatan Keras Mendagri dan Ketua KPK
Mendagri Tito Karnavian menegaskan bahwa kepala daerah bertanggung jawab penuh atas setiap proyek pembangunan. Ia memberikan batas tegas antara wilayah eksekutif dan legislatif.
“Legislator tidak boleh mengatur anggaran proyek. Kalau sampai masuk ke wilayah yang bukan kewenangannya, itu sangat berbahaya dan rawan penyimpangan,” tegas Tito.
Ia melanjutkan, “Jangan sampai legislatif menentukan rekanan, mengatur proyek, atau mengelola anggaran. Serahkan itu kepada eksekutif. Itu adalah hak eksekutif. Jika tidak, ini bisa menjadi celah korupsi.”
Tito juga menggarisbawahi modus umum penyimpangan:
“Pokirnya dipaksakan harus masuk, meski bukan di dapilnya, tapi di dapil yang lain. Cuma karena vendornya, dia titip. Setelah itu dia ambil di depan. Udahlah, yang gitu-gitu tuh Kapolda paham, KPK juga paham modus itu, BPKP, Kejaksaan juga paham. Tinggal nunggu waktu saja ketangkapnya kapan,” imbuhnya.
Peringatan serupa disampaikan Ketua KPK Setyo Budiyanto. “Pokir sudah lama jadi sorotan KPK. Kepala daerah harus ekstra hati-hati, jangan sampai terlibat praktik transaksional. Risikonya bukan hanya kehilangan jabatan, tapi juga pidana,” tegas Setyo.
Modus Operandi Korupsi Proyek Aspirasi Dewan di Kalbar
Penelusuran FaktaKalbar.id mengungkap detail modus operandi yang menjadi celah Korupsi Proyek Aspirasi Dewan di Kalbar. Proyek normalisasi saluran di Dinas PUPR Kalbar kerap dipecah menjadi paket-paket kecil. Nilai paket maksimal Rp 200 juta.
Pemecahan ini dilakukan agar proyek tidak perlu melalui proses lelang, melainkan cukup dengan penunjukan langsung (PL).
Rio, seorang pengusaha konstruksi, yang tak asing dengan praktik ini, mengungkap alurnya.
“Begitu dianggarkan, ‘admin dewan’ langsung datang ke dinas bawa perusahaan rekanan pemilik pokir,” ungkapnya.
Skema Transaksional yang Terbongkar:
- Fee Awal: “Para rekanan itu biasanya sudah ‘setor’ 20-25% duluan di depan.”
- Modal Kerja: Modal kerja yang digunakan pengusaha seringkali hanya sekitar 30 jutaan per paket.
- Konsekuensi: “Yang tidak setor depan jangan harap dapat kerjaan itu,” tambah Rio.
Praktik ini jelas menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap penggunaan anggaran pokir DPRD di Kalimantan Barat. Modus operandi yang terungkap di Kalbar ini mirip dengan dugaan korupsi pokir di DPRD Bone, Sulawesi Selatan, yang kini tengah diselidiki Kejati Sulsel.
Jika tidak segera dievaluasi dan ditindak tegas, proyek serupa akan terus menjadi celah korupsi yang tersistem. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat didesak untuk meninjau ulang seluruh proyek normalisasi saluran yang bersumber dari pokir dewan.
(*Drw)