Faktamedan.id, PONTIANAK – Pengadilan Negeri (PN) Pontianak baru-baru ini mengabulkan permohonan pra-peradilan.
Permohonan ini berkaitan dengan penghentian penyidikan kasus dugaan penipuan dan penggelapan.
Putusan ini memiliki dampak besar. Secara resmi putusan ini membatalkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). SP3 itu sebelumnya diterbitkan oleh penyidik Polda Kalimantan Barat. Kasus ini telah bergulir sejak awal tahun 2022.
Putusan Pra Peradilan Nomor: 13/Pid.Pra/2025/PN.Ptk dibacakan pada Senin, 17 November 2025.
Pembatalan ini menyasar SP3 yang diterbitkan Agustus 2024 lalu.
Selain membatalkan SP3, putusan ini mengesahkan kembali penyidikan.
Penyidikan ini berdasarkan Laporan Polisi Tahun 2022. Laporan itu tentang dugaan penipuan dan penggelapan.
Tindak pidana ini diduga dilakukan oleh Muda Mahendrawan dan Uray Wisata.
Muda Mahendrawan saat itu menjabat sebagai Bupati Kubu Raya. Uray Wisata menjabat sebagai Direktur PDAM Kubu Raya.
Putusan Penting Pra-peradilan Pontianak: Tersangka Ditetapkan Ulang
Putusan pengadilan ini menetapkan ulang Muda Mahendrawan dan Uray Wisata sebagai tersangka.
Keduanya diduga terlibat dalam Tindak Pidana Penggelapan dan Penipuan.
Kasus ini terkait pemasangan 13 titik Pipa PDAM di Kubu Raya tahun 2013.
Total kerugian dalam kasus ini senilai $2.585.000.000$ (Dua Miliar Lima Ratus Delapan Puluh Lima Juta Rupiah).
Penyidikan kasus ini sempat dihentikan melalui SP3 kasus Muda Mahendrawan.
Penghentian itu beralasan adanya penyelesaian melalui restorative justice (RJ).
Namun, korban yang sah, Natalria Tetty Swan, membantah adanya penyelesaian yang benar.
Natalria Tetty Swan adalah Direktur dari CV SWAN. Ia menjelaskan masalah utama yang membuatnya melanjutkan kasus ini.
“Padahal dari awal saya hanya meminta pekerjaan saya dibayar untuk membayar sisa pekerjaan yang belum dibayarkan, tanpa kerugian yang saya alami walaupun kasusnya sudah bertahun-tahun,” ujar Natalria.
Ia juga mengungkapkan bahwa kasus ini bisa selesai damai, tetapi gagal. Kegagalan terjadi karena respons terlapor yang dinilai arogan.
“Akan tetapi ketika pegawai saya atas nama Iwan untuk menanyakan pembayaran tersebut, Muda Mahendrawan malah mengatakan tidak usah diurus, sudah lama itu jawabnya,” ungkapnya.
Sikap inilah yang membuat Natalria akhirnya membuat laporan resmi.
“Padahal kalau dulu dibayar sisa pekerjaannya, kasus ini sudah beres, tapi karena ucapannya, maka seperti inilah jadinya,” tambahnya.
Kejanggalan Proses Penyidikan Ditemukan
Kuasa hukum pemohon, Zahid Johar Awal, menilai proses penghentian penyidikan itu janggal.
Kejanggalan ini terungkap jelas dalam persidangan Praperadilan Polda Kalbar.
- Korban Palsu: Penyidik menetapkan Iwan Darmawan sebagai korban untuk RJ. Padahal, Iwan dinilai tidak memiliki kualitas sebagai korban dan kerugian.
- Korban Sah Diabaikan: Natalria, Direktur CV SWAN, yang mengalami kerugian langsung, justru tidak diakui sebagai korban.
- Bukti Dokumen Hilang: Dokumen dasar penetapan Iwan Darmawan sebagai korban tidak ditemukan dalam berkas penyidikan.
- Keterangan Penyidik Kontradiktif: Keterangan penyidik Polda Kalbar dinilai bertentangan dengan fakta persidangan.
Fakta-fakta ini memperlihatkan bahwa proses penyidikan dinilai cacat substantif.
“Dalam persidangan kali ini bahwa direktur CV SWAN, Bu Natalria, adalah korban dari tindak pidana tersebut dan Iwan hanya seorang saksi, yang diperankan oleh penyidik seolah-olah sebagai korban,” jelas Zahid selaku kuasa hukum.
Pihaknya juga menyoroti indikasi keberpihakan. Penyidik Polda Kalimantan Barat diduga menguntungkan Muda Mahendrawan.
Status terlapor sebagai mantan Bupati dan tokoh yang mencalonkan diri dalam Pilgub 2024 lalu diduga memengaruhi pola penyidikan.
Tindak Lanjut Setelah Putusan
Putusan Pengadilan Negeri Pontianak ini menghidupkan kembali penyidikan. Selain itu, status tersangka bagi keduanya juga telah ditetapkan ulang.
Menyikapi hal ini, Kuasa Hukum, Zahid, meminta Polda Kalimantan Barat untuk:
- Menjalankan putusan pengadilan secara penuh dan segera.
- Melanjutkan penyidikan sesuai hukum acara yang berlaku.
- Memproses dan menindak para tersangka secara profesional dan adil.
- Mengembalikan kepercayaan publik melalui tindakan yang transparan.
Putusan Pra-peradilan Pontianak ini menjadi penegasan.
Bahwa proses hukum harus berjalan tegak lurus, bebas dari intervensi, terutama bagi para tokoh publik.
(*Drw)
















