Faktamedan.id, MEDAN – Indonesia tengah menyaksikan dinamika serius terkait aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di sepanjang aliran Sungai Kapuas, Kalimantan Barat.
Meski Kepolisian Resor Sanggau telah mengeluarkan larangan tegas sejak awal Maret 2025, puluhan lanting tetap beroperasi tanpa kendali hukum.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan: mengapa instruksi resmi tak diindahkan, dan siapakah sosok berinisial “AS” yang diduga mengendalikan jaringan migas ilegal tersebut? (Dilansir dari Fakta Kalbar 30 April 2025)
Larangan resmi Polres Sanggau sebenarnya sudah mencakup razia berkala, penyitaan alat berat, hingga ancaman pidana bagi pelaku PETI.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan puluhan kapal kangkang tetap melintasi batang air Sungai Kapuas hampir setiap malam.
Modus operandi sederhana: berpindah-pindah lokasi agar tim gabungan kesulitan memantau.
Sumber lokal mengungkap bahwa otak di balik kelicikan ini adalah AS, yang mampu menyusupkan informasinya sehingga operasi razia kerap bocor terlebih dahulu.
Bukan sekadar jaringan tambang, investigasi awal dari Fakta Kalbar mengindikasikan keberadaan oknum aparat hingga jurnalis yang terlibat. AS diduga memanfaatkan koneksi media untuk meredam pemberitaan negatif.
Mereka mengerahkan “agen” koran dan situs daring untuk melobi outlet yang terlanjur memuat laporan PETI, bertujuan “membungkam” pengawasan publik. (Dilansir dari Fakta Kalbar 30 April 2025)
Implikasi politisnya, muncul pertanyaan besar: apakah KPK dapat turun tangan jika ditemukan bukti penyalahgunaan wewenang oleh oknum penegak hukum maupun jurnalis?
Di tataran masyarakat, perlawanan terhadap PETI tak hanya soal lingkungan—kerusakan ekosistem dan sedimentasi parah—melainkan juga pertaruhan integritas lembaga penegak hukum dan media.
Kasus ini membuka pintu bagi investigasi lebih mendalam, termasuk kemungkinan keterlibatan figur pemerintah daerah atau lembaga antirasuah yang lebih tinggi.
Baca Juga: Jokowi Datangi Polda Metro Jaya untuk Laporkan Tuduhan Ijazah Palsu
Bisakah KPK Ambil Alih Kasus Tambang Emas Ilegal?
Pada umumnya, KPK akan turun tangan jika terdapat indikasi suap atau gratifikasi kepada pejabat agar tambang ilegal dibiarkan beroperasi.
Misalnya, adanya aliran dana kepada kepala daerah atau aparat agar tidak menindak lokasi tambang tanpa izin.
Selain itu, penyalahgunaan wewenang yang sistemik—seperti pejabat ESDM atau unsur penegak hukum yang melindungi pelaku tambang ilegal—juga menjadi alasan kuat KPK mengambil alih penyidikan.
Walaupun memiliki kewenangan korupsi, KPK hanya masuk jika kasus berkaitan dengan pejabat negara atau penyelenggara negara dan ada laporan indikasi korupsi besar.
Penanganan awal tetap dilakukan Kepolisian untuk tindak pidana lingkungan dan Kejaksaan untuk penuntutan.
KPK dapat berkoordinasi dan memberi supervisi apabila instansi lain terlihat mandek dalam penanganan, seperti kasus tambang emas ilegal di Sekotong, Lombok Barat.
Di sana, KPK pernah mewacanakan pengambilalihan kasus ketika proses di Balai Gakkum KLHK dan Polres setempat dianggap belum memadai.
Pada dasarnya, langkah KPK masuk ke ranah tambang ilegal bertujuan memastikan kesinambungan penegakan hukum dan mencegah kerugian negara akibat permainan korupsi.[dit]