Faktamedan.id, MEDAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indonesia menggandeng Kejaksaan Korea Selatan (Korsel) untuk mengusut dugaan korupsi terkait suap izin pembangunan PLTU 2 Cirebon, Jawa Barat.
Proses pemeriksaan saksi warga negara Korsel berlangsung di kantor Kejaksaan Seoul Central sejak Februari 2025, setelah KPK mendapat izin resmi otoritas setempat.
Langkah ini merupakan bagian dari mekanisme Mutual Legal Assistance (MLA) yang memfasilitasi kerja sama hukum lintas negara.
Anggota Tim Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa praktik kolaborasi ini adalah “contoh baik antarpenegak hukum” dalam memerangi korupsi.
MLA memungkinkan KPK mengirim permintaan resmi ke otoritas asing untuk pemeriksaan saksi, penggeledahan, atau penyitaan barang bukti.
Pada Februari 2025, jaksa Korea Selatan memeriksa beberapa saksi terkait PLTU 2 Cirebon dengan pendampingan penyidik KPK.
Herry Jung, General Manager Hyundai Engineering and Construction, diduga menyuap mantan Bupati Cirebon (2014–2019) Sunjaya Purwadi Sastra sebesar Rp 6,04 miliar dari janji total Rp 10 miliar demi kelancaran izin PT Cirebon Energi Prasarana (CEPR).
Baca Juga: UU BUMN Baru: Tantangan KPK dalam Memberantas Korupsi
Sutikno, Direktur Utama PT Kings Property Indonesia, diduga menyuap Sunjaya Rp 4 miliar terkait perizinan PT Kings Property.
Sejak 2 Mei 2025, KPK memanggil mantan Direktur Corporate Affair PT CEPR, Teguh Haryono; mantan Presiden Direktur PT CEPR, Heru Dewanto; dan mantan Kepala DPPKBP3A Kabupaten Cirebon, Sono Suprapto, untuk memberikan keterangan. Semua proses terus dipantau dan dilaporkan secara transparan.
KPK mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Hukum dan HAM RI serta Pemerintah Korea Selatan atas fasilitasi MLA.
Meski kolaborasi berjalan baik, tantangan tetap ada dalam penyelarasan prosedur hukum kedua negara, terutama soal perbedaan sistem peradilan dan batasan yurisdiksi.
Penanganan kasus ini penting untuk membuktikan komitmen Indonesia dalam memberantas korupsi di sektor infrastruktur.
Keberhasilan MLA diharapkan menjadi preseden positif bagi kerja sama penegakan hukum internasional di masa mendatang.[dit]