UU BUMN Baru: Tantangan KPK dalam Memberantas Korupsi

Gedung KPK//(ist/fkn)
Gedung KPK/(ist/fkn)

Faktamedan.id, MEDAN – Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) sejak 24 Februari 2025 memicu perdebatan sengit.

Salah satu pasal kontroversial menetapkan bahwa direksi dan komisaris BUMN tidak lagi dianggap sebagai penyelenggara negara.

Dampaknya, kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menindak kasus korupsi di BUMN menjadi terbatas.

Dalam Pasal 3X ayat (1) dan Pasal 9G UU BUMN, ditegaskan bahwa organ, pegawai, anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN “bukan merupakan penyelenggara negara”. Padahal, definisi “penyelenggara negara” menjadi dasar kewenangan KPK untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan.

Dengan status non-penyelenggara negara, pejabat BUMN hanya bisa ditangani KPK jika nilai kerugian negara mencapai ambang Rp 1 miliar atau jika mereka terlibat aparat penegak hukum.

UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 menegaskan bahwa KPK hanya berwenang menindak penyelenggara negara.

Baca Juga: Kasus Pagar Laut: Kejagung Temukan Unsur Suap Pejabat

Akibat perubahan status BUMN, dugaan korupsi skala menengah di PT Pelindo, PT Pertamina, atau BUMN lain berisiko lolos dari jerat KPK. Publik khawatir aliran dana besar di BUMN tidak akan terpantau ketat, memicu potensi kebocoran anggaran lebih besar.

Tessa Mahardhika Sugiarto selaku Juru Bicara KPK menyatakan sedang mengkaji dampak regulasi baru ini sebelum menentukan langkah penindakan selanjutnya.

Meskipun Kejaksaan Agung juga menyiapkan kajian, efektivitas penindakan korupsi di BUMN kini bergantung pada kerja sama antarpenegak hukum dan penerapan pasal-pasal lain seperti persekongkolan jahat.

UU BUMN 2025 telah menggeser peta kekuatan pengawasan, memaksa KPK beradaptasi agar tetap efektif memerangi korupsi di sektor vital bagi ekonomi nasional.[dit]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *