Daerah  

Menakar Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal I 2025

Menakar Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia/(ilustrasi/fkn)
Menakar Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia/(ilustrasi/fkn)

Faktamedan.id, MEDAN – Perekonomian Indonesia pada kuartal I 2025 hanya tumbuh 4,87% secara tahunan, jauh di bawah ekspektasi.

Angka ini memicu kekhawatiran bahwa Indonesia tengah memasuki fase perlambatan yang lebih serius. Penopang utama pertumbuhan, yaitu konsumsi rumah tangga, sudah menunjukkan tanda-tanda kejenuhan di tengah tekanan inflasi dan kenaikan tarif pajak.

Jika tidak diimbangi kebijakan fiskal yang memadai, pertumbuhan 4,87% bisa menjadi pintu gerbang ke pertumbuhan yang lebih lesu di kuartal-kuartal berikutnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 54,53%, dengan pertumbuhan 4,89% secara tahunan. Namun, data ini menurun dari tahun sebelumnya.

Inflasi yang masih tinggi dan tekanan harga komoditas pangan menjaga daya beli masyarakat di level rendah.

Kondisi ini diperparah dengan minimnya bantuan sosial yang dapat meringankan beban belanja rumah tangga.

Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menilai respons pemerintah belum memadai. Belanja negara yang ditekan atas dalih efisiensi justru mengurangi ruang intervensi fiskal di sektor riil.

Baca Juga: UU BUMN Baru: Tantangan KPK dalam Memberantas Korupsi

Padahal, saat ekspor dan investasi juga tumbuh lemah—masing-masing 1,38% dan 2,12%—konsumsi domestik menjadi satu-satunya jangkar pertumbuhan.

Jika pemerintah segera meluncurkan stimulus berupa insentif pajak untuk UMKM, subsidi harga pangan strategis, dan perluasan bantuan sosial produktif, daya beli masyarakat bisa terjaga dan pertumbuhan meningkat kembali.

Daya beli rumah tangga bukan sekadar angka statistik, melainkan fondasi utama ekonomi yang mampu menyerap guncangan eksternal.

Ketika permintaan domestik kuat, para pelaku usaha berani memperluas produksi dan menciptakan lapangan kerja.

Dengan demikian, strategi jangka panjang harus mengutamakan penguatan konsumsi dalam negeri, bukan semata-mata investasi dan ekspor.[dit]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *