Faktamedan.id, MEDAN – Langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) mengamankan dan menahan Iwan Setiawan Lukminto—mantan Direktur Utama dan Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) periode 2014–2023—menuai sorotan luas, terutama dari kalangan buruh yang khawatir nasib mereka terabaikan.
Iwan diduga terlibat penyalahgunaan fasilitas kredit senilai sekitar Rp3,6 triliun yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyatakan dukungannya kepada Kejagung untuk mengusut tuntas perkara tersebut.
Namun, ia mengingatkan bahwa penegakan hukum juga harus berpihak pada buruh yang selama ini menanti kepastian haknya.
Sejak kasus ini mencuat, ribuan buruh PT Sritex belum menerima Tunjangan Hari Raya (THR) maupun pesangon sesuai aturan. Hal ini menimbulkan tekanan ekonomi bagi pekerja dan keluarga mereka.
“Negara tidak boleh hanya menyelamatkan uang negara, tetapi juga harus menyelamatkan kehidupan buruh yang telah dirampas haknya,” ujar Said Iqbal.
Buruh yang kehilangan penghasilan karena belum dibayarnya hak-hak normatif kini menghadapi ketidakpastian: apakah akan dipanggil kembali bekerja atau justru di-PHK sepihak.
Menanggapi kondisi tersebut, buruh berencana menggelar aksi unjuk rasa di Kejaksaan Agung untuk mendorong penetapan status tersangka kepada Iwan Setiawan Lukminto.
Baca Juga: Kajian Dana Bantuan Keuangan Parpol oleh KPK sebagai Landasan Revisi UU Pemilu
Mereka menuntut agar Kejagung tidak hanya memproses perkara pidana korporasi, tetapi juga menegakkan pidana ketenagakerjaan yang selama ini sering luput dari pengawasan.
Prinsip keadilan sosial menuntut agar pekerja menjadi prioritas, terutama ketika kerugian yang ditimbulkan berdampak langsung pada kesejahteraan mereka.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, memperjelas bahwa tim penyidik Jampidsus sedang memeriksa Iwan dalam status saksi intensif.
Pengamatan alat komunikasi dan dokumen perbankan tengah dilakukan sebelum penetapan status hukum selanjutnya. Dari empat bank yang memberikan kredit—termasuk tiga bank daerah dan satu bank pelat merah—terindikasi terdapat pelanggaran prosedur pemberian fasilitas kredit.
Penting bagi publik untuk memantau perkembangan kasus ini, karena hasil penyelidikan akan menentukan akuntabilitas perusahaan dan jaminan hak buruh.
Negara diharapkan bertindak tegas: menghukum pelaku korporasi sekaligus memastikan pekerja mendapatkan hak-haknya. Dengan begitu, kepercayaan buruh terhadap sistem hukum dan iklim bisnis nasional dapat terjaga.[dit]